PENGRETRET

Peradaten Kalak Karo Untuk Orang Dewasa

1. Adat Perjabun (Perkawinan)
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia. Masyarakat Karo adalah masyarakat yang berdasarkan patrilineal, maka bila seorang wanita menikah, dia masuk ke dalam garis suaminya,. Perpindahan status seorang wanita, masuk ke dalam subklen suaminya, adalah ketika pesta perkawinan berlangsung, kepada keluarga pihak wanita diberikan tukor (mahar). Tukor atau mahar ini dikenal pula dengan istilah gantang tumba, perunjuk (Mas Kawin). Pada awalnya mas kawin ini berupa benda-benda pusaka yang dimiliki keluarga pria yang diberikan kepada keluarga wanita, namun sesuai perkembangan selanjutnya, karena benda-benda pusaka menjadi sulit ditemukan, dirubahlah wujudnya berupa uang. Hal ini maka istilah tukor diartikan dengan harga. Emas kawin hanyalah simbol dari perubahan status si wanita. Setelah diberikan emas kawin si wanita sudah dianggap kelompok lain di dalam klen orang tuanya, dan menjadi tanggung jawab klen suaminya. Jadi pemberian mas kawin adalah simbol dari penyerahan tanggung-jawab.
Kemudian, hukum perkawinan yang lain adalah laki-laki dalam masyarakat Karo, boleh mempunyai istri yang sah lebih dari satu, namun terhadap seorang wanita adalah sebaliknya, hanya boleh memiliki suami yang sah satu, kalau dia mau menikah kembali dia harus terlebih dahulu berstatus janda (bercerai dari suaminya yang sah), maka perkawinan dalam masyarakat Karo dapat dilihat berdasarkan beberapa hal:
a. Berdasarkan Jumlah Istri.
Berdasarkan jumlah istri, perkawinan dalam masyarakat Karo dibedakan atas dua yaitu perkawinan monogami (istri hanya satu) dan perkawinan poligami, istri lebih dari satu.
b. Berdasarkan Prosesnya
Berdasarkan prosesnya, perkawinan dapat dibagi atas tiga yaitu perkawinan atas suka sama suka, dijodohkan dan perkawinan paksa. Perkawinan suka atas sama suka adalah perkawinan berdasarkan kesepakatan kedua calon pengantin dan direstui oleh orang tua kedua belah pihak. Perkawinan dijodohkan adalah para calon penganten mungkin sama sekali tidak saling mengenal sebelumnya namun para orang tua talah menjodohkan mereka. Begitu mereka saling mengenal, mereka kemudian saling tertarik dan sepakat untuk membentuk rumah tangga.
c. Berdasarkan Statusnya.
Berdasarkan status yang kawin maka perkawinan dalam masyarakat Karo dibagi atas:
1. Lakoman Tiaken adalah pernikahan seorang janda dengan salah seorang pria yang berasal dari saudara suaminya yang telah meninggal.
2. Lakoman Ngalihken Senina (pernikahan menggantikan saudara sedarah) adalah pernikahan seorang pria dengan seorang wanita yang dilakukan karena saudara sedarah pria tersebut tidak mau menikahi sang wanita.
3. Lakoman Ku Nande . Pernikahan ini terjadi adalah apabila kasus lakoman tiaken dan lakoman ngalihken senina tidak terjadi, maka dicari sampai kepada anak yaitu anak kandung sembuyak suaminya, ataupun anak saudara lain ibu suaminya. Kalau pernikahan ini terjadi disebut perkawinan Lakoman Ku Nande.
4. Lakoman Mindo Lacina Ku Nini . Pernikahan ini terjadi apabila kasus lakoman tiaken, lakoman ngalihken senina dan lakoman ku nande tidak terjadi, maka dicari atau ditelusuri asal calon pengantin sampai kepada kalimbubu kakek. Kalau ketemu dan mereka saling menikah, maka perkawinan ini disebut perkawinan Lakoman Mindo Lacina Ku Nini.
5. Gancih Abu (Ganti Tikar). Gancih Abu artinya kedudukan seorang istri yang telah meninggal dunia, digantikan oleh kakak atau adik perempuannya. Tujuan perkawinan ini adalah untuk mendidik anak kakak atau adiknya tersebut agar tidak terlantar. Karena apabila sang ayah menikah dengan wanita lain dikhawayirkan seorang ibu tiri tidak akan mendidik dan merawat anak –anak seperti darah dagingnya sendiri.
6. Mindo Ciken (minta tongkat) atau disebut juga Mindo Lacina (minta cabai) adalah pernikahan seorang lelaki dengan janda kakeknya. Perkawinan seperti ini dapat dilakukan karena kedua belah pihak masih dibenarkan menurut adat. Perkawinan ini terjadi karena si kakek meninggal dunia.
7. Ndehara Pejabu Dilakina, istri menikahkan suaminya biasanya disebabkan silaki-laki tidak mampu memberikan keturunan.
8. Merkat Sukat Sinuan, disebut juga Merkat Sinuan adalah seorang pria yang menikahi putri puang kalimbubunya. Menurut adat, ini sebenarnya suatu penyimpangan, namun karena pertimbangan lain misalnya untuk mempererat hubungan persaudaraan, menyambung keturunan, perkawinan seperti dapat direstui.
9. Mindo Nakan. Seorang pria yang telah dewasa mengawini ibu tirinya, disebabkan ayahnya telah meninggal dunia.
10. Caburken Bulung. Perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang keduanya masih di bawah umur. Sifat perkawinan ini hanyalah simbolis saja. Adanya perkawinan seperti ini, disebabkan berbagai hal, misalnya salah seorang dari mereka sering sakit-sakitan, karena ada kepercayaan dalam masyarakat, seorang anak yang sering sakit-sakitan, bila telah sembuh harus dijodohkan kepada anak kalimbubu (kalau anak pria), diantar ke rumah anakberu, kalau anak wanita, dengan harapan si anak tidak akan sakit lagi. Perkawinan seperti ini tidak mutlak dilanjutkan setelah mereka dewasa. Istilah lain untuk perkawinan ini disebut mukul-mukul.
11. Singumban. Perkawinan antara pria dengan seorang wanita, yang keduanya berstatus saudara sepupu sifatnya rimpal9, dan dibenarkan adat untuk saling menikah. Si wanita adalah anak paman pria. Status wanita di sebut singumban.
12. Beru Puhun adalah perkawinan antara pria dengan seorang wanita, yang keduanya berstatus saudara sepupu yang sifatnya rimpal, mereka dibenarkan adat untuk saling menikah. Si wanita adalah anak paman si pria, yang berasal dari kalimbubu pihak bapak kandung atau kakek kandung (ayah kandung bapak) si pria. Status si wanita disebut beru puhun, karena sebagai pengganti nenek kandung (ibu kandung bapak atau kakek) si pria.
d. Berdasarkan Kesungguhan
Berdasarkan kesungguhan, perkawinan dikenal perkawinan sungguhan dan perkawinan gantung/simbolis. Perkawinan sungguhan ini dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang umum, yaitu disahkan oleh pihak daliken si telu10kedua belah pihak. Sedangkan perkawinan gantung atau simbolis adalah perkawinan anak-anak di bawah umur. Tujuan perkawinan ini adalah untuk menghindarkan bencana, atau malapetaka yang diketahui dari dukun, atau agar salah seorang dari anak-anak yang di bawah umur ini tidak sakit-sakitan. Perkawinan simbolis ini disebut juga mukul-mukul atau caburken bulung.
e. Berdasarkan Kedudukan Calon Penganten
Berdasarkan kedudukan calon penganten, maka perkawinan dibagi atas dua yaitu perkawinan biasa dan perkawinan melangkah (nuranjang). Perkawinan biasa adalah perkawinan yang tidak melangkahi kakak atau abangnya, sedangkan perkawinan melangkah adalah bila salah seorang atau kedua calon penganten melangkahi kakak atau abangnya.
f. Berdasarkan Jauh Dekatnya Hubungan Kekerabatan.
Berdasarkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan, maka jenis perkawinan dalam masyarakat Karo dikenal dengan istilah:
1. Petuturken (perkenalan) atau disebut juga emas perdemuken yaitu apabila seorang pria atau wanita Karo menikah bukan dengan impalnya (orang yang telah mempunyai hubungan kekerabatan dengannya). Hubungan kekerabatan terjadi, justru karena terjadi perkawinan tersebut.
2. Erdemu Bayu. Perkawinan Erdemu Bayu adalah perkawinan antara seorang pria dan wanita yang disebut rimpal yaitu perkawinan yang dianggap paling ideal dimasyarakat Karo dan dibenarkan oleh adat istiadat. Artinya si wanita (calon istri pihak pria) adalah anak dari pihak kalimbubu, dan si pria calon suami pihak wanita adalah berasal dari pihak Anakberu orang tuanya.
3. Berkat Sukat Senuan, yaitu apabila calon pengantin yang akan menikah, walaupun mempunyai hubungan kekerabatan, tetapi tidak dibenarkan adat untuk saling mengawini. Misalnya seorang pria menikahi seorang wanita - kalau menurut adat wanita sang calon tersebut cocok untuk anak paman sang pria. Atau istilah lain pihak anakberu menikahi anak puang kalimbubu.
4. Berdasarkan Tempat Tinggal Pengantin. Berdasarkan tempat tinggal pengantin, dikenal perkawinan njayo, adalah perkawinan yang tidak numpang di rumah salah seorang dari orang tua mereka, perkawinan kesilang ras orang tua adalah perkawinan yang numpang di rumah orang tua dari pihak laki-laki, dan perkawinan kekela perkawinan yang numpang di rumah orang tua pihak wanita.
g. Berdasarkan besar kecilnya pesta
Berdasarkan besar kecilnya pesta perkawinan dalam masyarakat Karo, dibagi menjadi tiga.
1. Pesta Besar (Kerja Sintua). Pesta besar dalam hal ini ialah dengan mengundang semua kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Pesta diadakan di gedung pertemuan (jambur/losd) yang mampu menampung banyak undangan, dan diadakan gendang (musik).
2. Pesta Menengah (Kerja Sintengah). Pesta menengah ini ialah dengan mengundang semua kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Pesta diadakan di gedung pertemuan (jambur/losd) yang mampu menampung banyak undangan, tetapi tidak diadakan gendang (musik).
3. Pesta Kecil (Kerja Singuda). Pesta kecil dalam hal ini tidak dengan mengundang semua kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Yang diundang hanyalah kerabat penting terdekat saja dari kedua belah pihak. Pesta diadakan di rumah penganten wanita, tidak diadakan pagelaran gendang (musik).
Share on Google Plus

About Kalak Karo

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Bunuraya Simalem